Artikel ini bukan untuk dibawa serius, dan bersifat subjektif. Jadi jangan ambil pusing kalau anda berbeda pendapat.

Rasanya akhir-akhir yang konon memasuki akhir zaman ini marak sekali agama dijadikan ajang untuk adu goat. Tahun 2017 agama dijadikan sebagai komoditas untuk menjatuhkan dan memenangkan satu golongan. Tahun ini pun 11-12. Media berperan sangat hebat untuk mengangkat hal yang konon sensitif dan tabu ini, menjadi hal yang umum. Agama yang awalnya merupakan hal yang sangat dijaga oleh segenap elemen menjadi sesuatu yang dapat memperbaiki norma manusia, seakan coba ditrendingkan bukan untuk diangkat ke derajat yang lebih baik, tapi dijadikan komoditas umum untuk memenangkan ego dengan cara mengharamkan segala cara.

Maksud saya, meskipun sosok tersebut tahu cara tersebut dilarang, dan tahu akan selalu haram, tapi tetap mereka coba mewujudkan dengan alasan kebebasan berpendapat (freedom of speech). Bisa saja saja karena tema ini memiliki kans traffic yang tinggi, untuk mendulang suara terbanyak dalam menjatuhkan esensi dari agama itu sendiri. Bisa jadi juga karena ada efek yang dianggap keren karena berani mengangkat hal ini. Yang jelas, agama zaman now seperti jadi media untuk menghantarkan sesuatu yang dipandang baik sejak Adam dilahirkan, menjadi dipandang buruk. Padahal, mereka yang coba memanfaatkan agama sebagai komoditas itu– mayoritas mengakui sebagai keturunan anak cucu Adam AS.

Mereka akan selalu ada

Awalnya saya malas membahas tentang ini, karena pemahaman agama selayaknya disampaikan secara personal to personal seperti halnya Malaikat Jibril AS kepada Nabi Muhammad SAW, Abu bakar ke Utsman, Bilal ke Wahshi, hingga akhirnya sampai pada kita. Bukan dengan cara global dan persepsi liar yang coba di’miss’kan esensinya karena tidak ada diskusi langsung (sharing). Akan tetapi akhir-akhir ini, semakin menjamur dimana agama dinista secara frontal untuk mengejar keinginan dengan cara yang menjijikan, bahkan sudah sampai ke tingkat dimana ‘sebagian komika’ yang menjadikan agama sebagai bahan banyolan, hingga banci yang menginginkan hak nikah untuk melawan kodrat yang sudah ditetapkan olehNya. Seolah-olah agama zaman now sudah mulai boleh diterjemahkan oleh pecinta dunia sejati. Bukan oleh pecinta akhirat. Hingga akhirnya berujung pada mereka  yang seakan-akan men-Tuhan-kan dirinya sendiri tanpa disadari. Meskipun mereka percaya atau tak percaya Tuhan itu wujud (ada).

Korelasi Pecinta Agama dan Pecinta Dunia

Penista agama dan pecinta dunia dalam pandangan saya seperti satu kesatuan yang tak terpisahkan. Mereka kadang tak kenal, tapi berjiwa sama dan sulit untuk mengakui kenyataan bahwa mereka seolah bersaudara. Mereka kebanyakan orang-orang yang belum mengetahui sepenuhnya tentang siapa Tuhannya dan untuk apa mereka diciptakan. Idealnya, pecinta dunia secara tidak langsung telah menistakan agamanya. Sadar ataupun tidak. Sedikit ataupun banyak. Bukankah dunia ini hanyalah barang ujian ? Bukankah  ketika kita dilahirkan, Allah SWT telah melimpahkan nikmat yang luarbiasa pada hambanya, sehingga ketika nikmat itu didustai, maka kenistaan itu telah tersemat di dalam hati kita?

Diantara Pecinta Agama dan Pecinta Dunia

Pecinta akhirat adalah seseorang yang berakal sehat dengan jernih. Pecinta akhirat menyadari bahwa dunia hanyalah senda gurau semata, oleh karena itu mereka tidak ingin larut, bahkan menjadikan dunia sebagai media untuk menghantarkan seseorang kepada tujuan manusia yang hakiki, yakni kembali kepada Sang Pencipta dengan membawa amal kebajikan. Pecinta akhirat bukan sekedar bicara, tapi juga seseorang yang bergerak untuk menyadarkan diri, keluarga, dan lingkungan.

Pecinta akhirat bukanlah seseorang yang individualistis. Bukan sekedar menjadikan shalat, zakat, puasa dan haji sebagai puncak ibadah. Mereka pasti melakukan itu sesuai dengan tuntunan Nabi dan Rasul, tapi bukan untuk sekedar selamat di hadapan Tuhannya dan mendulang pahala sebanyak-banyaknya. Mereka sadar, tak ada jaminan pahala yang tinggi merupakan kunci untuk selamat. Melainkan menyempurnakan cirinya sebagai manusia yang beriman. Agar mereka beridentitas dan selalu bergantung pada tujuan mereka diciptakan. Tujuan mereka hanyalah satu, karena itu adalah bagian dari ibadah. Mereka haus amal, dan terus bergerak bersama pecinta akhirat lainnya. Mereka penuh kesulitan tapi mudah mengendalikan.  Mereka bukanlah sosok yang sempurna secara fisik maupun mental, tapi jiwa yang bergantung pada Maha Kuasa. Mereka adalah sosok yang hanif yang dibutuhkan semua insan, yang semakin lama, semakin pudar ketauhidannya di tengah mayoritas yang konon bertauhid.

Pecinta akhirat tidak butuh pengakuan dari sekitar, tak perduli dibenci, dicaci, dan siaga melindungi. Mereka tahu mana prioritas mana ‘penting’. Serta mereka bisa jadi bukan seseorang yang terlihat mengakbarkan Tuhannya, tapi menggelora semangatnya dan tak butuh penghargaan untuk dicinta. Sosok yang luar biasa, dan sungguh begitu kasat mata. Pernahkan anda menemukan orang yang seperti itu? Jika belum. Maka carilah. Jika sudah, maka kenalkan pada saya.

Betapa saya merindukan Sang Pecinta Akhirat.

Mereka bersembunyi di tengah para pecinta dunia, dan penista agama dengan membawa asma Allah. Untuk merangkul mereka, kembali kepada jalanNya tanpa memikirkan keberhasilan. Karena mereka sadar, bahwa Hidayah adalah hak preogatif Allah SWT semata.

Related Post

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Allright Reserved © 2011 Designed By BDCREATIVESTUDIO